Selasa, 23 Desember 2008

Kujang, Warisan Leluhur Tatar Pasundan


Kujang, Warisan Leluhur Tatar Pasundan
(diambil dari www.bogor.net)

Kujang adalah sebuah senjata unik, yang pada > mulanya berasal dari daerah Jawa Barat, tepatnya di Pasundan (Sunda). Senjata ini dikenal dengan namaKujang. Tak adanya kata yang pantas di dalam bahasa Inggris, sehingga Kujang dianggap sama dengan “sickle” (arit/sabit), sekalipun wujudnya menyimpang dari bentuk asli sebuah arit/sabit. Tidak sama juga dengan “scimitar” yang bentuknya cembung. Dan di Indonesia disebut “chelurit” (celurit).

Kehidupan orang-orang Jawa di sebelah Timur Pulau Jawa menyebut Kujang sebagai “kudi”. Bagi mereka yang tidak mengetahui, penduduk asli Pulai Jawa tidak semuanya asli orang Jawa. Sementara di bagian Barat Pulau Jawa mayoritas diduduki oleh etnik Sunda.

Selama ini senjata Kujang telah di abadikan dalam sebuah monumen di pusat kota bekas kerajaan tatar sunda, Kerajaan Pajajaran, yakni di Kota Bogor. Bahkan keberadaan Tugu Kujang ini dapat pula disebut sebagai tuju satu-satunya yang ada di Indonesia.

Kujang penuh dengan misteri. Pasalnya, menurut cerita di dalam senjata Kujang itu memiliki sebuah kekuatan magis dengan maksud yang penuh rahasia (gaib). Menambahkan di dalam figur Kujang yang sesungguhnya, terletak/terdapat suatu filosofi Warisan Hindu. Adalah jelas sekali dari sebelumnya bahwa “pedang” mistik ini telah diciptakan lebih sebagai azimat, a symbolical object d’art, daripada sebagai sebuah senjata.

Selanjutnya, ciptaan asli dari Kujang sebenarnya terinspirasi dari sebuah alat kebutuhan pertanian. Alat ini telah dipergunakan secara luas pada abad ke-4 sampai dengan abad ke-7 Masehi. Kujang terbaru dibuat sedikit berbeda from the tilling implements fashioned by the pandai besi terkenal, Mpu Windu Sarpo, Mpu Ramayadi, dan Mpu Mercukundo, sebagaimana yang dapat kita lihat di museum lokal. Hanya saja pada abad ke-9 sampai abad ke-12 Masehi wujud dari Kujang berbentuk seperti yang dikenal sekarang ini.

Pada tahun 1170 terjadi perubahan pada Kujang. Nilai Kujang sebagai sebuah jimat atau azimat telah diakui secara berangsur-angsur oleh raja dan bangsawan dari Kerajaan Pajajaran Makukuhan, khususnya pada masa pemerintahan Prabu Kudo Lalean. Pada waktu di salah satu tempat bertapanya, Kudo Lalean mendapat ilham untuk mendesain ulang bentuk dari Kujang dengan menyesuaikan bentuknya dengan bentuk dari Pulau “Djawa Dwipa”, yang dikenal sebagai jawa pada saat itu. Dengan segera raja menugaskan keluarga kerajaan pandai besi, Mpu Windu Supo, untuk membuat mata pisau (Kujang) yang ada di dalam pikirannya. Ini telah menaruh sifat-sifat mistik dan filosofi spiritual, sebuah objek bertenaga gaib, unik di dalam desainnya, sesuatu yang pada generasi mendatang akan selalu berasosiasi dengan Kerajaan Pajajaran Makukuhan.

Setelah masa meditasinya, Mpu Windu Supo menetapkan bayangan dari Kudo Lalean (visualisasi) dan memulainya dengan membuat sebuah prototype (bentuk dasar/purwa rupa) Kujang tersebut. Kujang ini memiliki 2 buah karateristik yang mencolok bentuknya yang menyerupai Pulau Jawa dan terdapat 3 lubang di suatu tempat pada mata pisaunya.

Membuat pisau Kujang yang menyerupai bentuk Pulau Jawa mengartikan cita-cita akan penyatuan kerajaan-kerajaan kecil Jawa menjadi satu Kerajaan Makukuhan. Tiga lubang pada pisaunya untuk melambangkan Trimutri, atau tiga aspek Ketuhanan dari agama Hindu, yang juga ditaati oleh Kudo Lalean. Tiga aspek Ketuhanan menunjuk kepada Brahama, Wishnu dan Shiva, Trinitas Hindu (Trimurti) juga digambarkan/diwakilkan dengan 3 kerajaan utama pada masanya, secara berturut-turut, Kerajaan Pengging Wiraradja, berlokasi di bagian Timur Jawa Kerajaan Kambang Putih, berlokasi di north-east of island dan Kerajaan Pajajaran Makukuhan berlokasi di Barat.

Bentuk Kujang berkembang lebih jauh pada generasi mendatang. Model-model yang berbeda bermunculan. Ketika pengaruh Islam tumbuh di masyarakat, Kujang telah dibentuk ulang menyerupai hurus Arab “Syin”. Ini sebagian muslihat dari wilayah Pasundan, Prabu Kian Santang, yang merasa khawatir untuk merubah rakyat menjadi Islam.

Mengetahui bahwa Kujang menyimpan filosofi Hindu dan agama dari kultur yang ada, para raja muslim, imam, sajak (kalimat) syahadat dalam setiap manusia bersaksi akan Tuhan Yang Esa dan Nabi Muhamad sebagai utusan-Nya. Dengan mengucapkan kalimat syahadat, ia (tiap manusia) secara otomastis masuk Islam. Modifikasi Kujang memperluas area mata pisau dimana secara geografis sesuai kepada Pasundan atau Jawa bagian Barat untuk menyesuaikan diri dengan bentuk dari huruf Syin. Kujang model terbaru seharusnya dapat mengingatkan si pemiliknya dengan kesetiannya kepada Islam dan ajaranya 5 lubang ini melambangkan 5 tiang dalam Islam (rukun Islam).

Dengan pengaruh agama Islam, beberapa model Kujang melukiskan inter-blending penghapusan paduan akan 2 style/gaya dasar dari Kujang yang didesain oleh Prabu Kudo Lalean dan Prabu Kian Santang.

Seiring berkembangnya zaman, saat ini Kujang biasa dipajang untuk mendekorasi rumah yang diyakini bisa membawa semacam keberuntungan, memberi perlindungan, kehormatan, dll. Kujang biasanya dipajang berpasangan di dinding mata pisau yang tajam sebelah dalam saling berhadapan. Ini merupakan tabu. Larangan, bagaimanapun, tidak seorangpun boleh mengambil fotonya sedang berdiri diantara 2 kujang tersebut, ini akan menyebabkan kematian terhadap orang tersebut didalam waktu 1 tahun tidak lebih tapi bisa kurang. Saya telah diyakinkan oleh seorang praktisioner senior Kejawen mengenai kebenaran hal ini, sebagaimana beliau telah menyaksikan sendiri.

Kenapa kejadian ini tidak diketahui secara pasti, kita mungkin menganggap ini sebagai takhayul, suatu kebetulan atau synchronicity tetapi di balik setiap fenomena hukum alam dan intelejensi/ kecerdasan > bekerja kita hanya perlu mencaritahu apakah hukum tersebut dan kesiapan fikir/pemikiran tentang kecerdasan metafisika mengarah pada hukum tersebut untuk mengetahui alasan atas keganjilan.

langit biru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar