Kamis, 09 April 2009

NASEHAT SUKMOJATI


Sumber : http://sang-rajawali.blogspot.com/search/label/Nasehat%20SukmoJati


Empat jenis golongan manusia

Wahai para cucuku semua.
Sesuai wangsit yang kuterima secara waskita,
Sang Hyang Esa memberitahuku tentang empat jenis golongan manusia yang hidup di jagad raya ini.

yaitu :
1. Orang yang tahu dengan semua yang diketahuinya. Ini tergolong manusia Istimewa. Surganya adalah bertemu Allah dan menjadi wakil Allah di dunia.
2. Orang yang tahu dengan semua yang tidak diketahuinya. Ini tergolong manusia yang mau belajar dan sedang belajar tentang hidup dan siapa Tuhannya. Surganya adalah surga yang telah dijanjikan sejauh yang dipelajarinya.
3. Orang yang tidak tahu dengan semua yang diketahuinya. Ini tergolong manusia Selamat. Sepanjang hidupnya dia hanya tahu untuk menjalankan hidup ini sesuai dengan aturan yang berlaku. Surganya ada di halaman Surga.
4. Orang yang tidak tahu dengan semua yang tidak diketahuinya. Ini tergolong manusia Sok Tahu. Surganya adalah hidup berdampingan dengan Iblis.

Selemah-lemahnya kamu semua, pilihlah golongan yang ketiga.
Jika kamu ternyata termasuk golongan ke empat, cepat-cepatlah sadar diri dan bertaubat. Karena jika tidak, bahkan lalatpun enggan untuk mendekat.

Waspadalah ……. !!!



Kesesatan yang nyata

Suatu kali, lewatlah seorang pengelana di depan pondokan sang Panembahan SukmoJati. Badannya tinggi, tegap, dan tampak guratan-guratan di wajahnya yang menampakkan sosok manusia yang penuh dengan semangat dan optimis yang tinggi.


Bertanyalah dia kepada Sang Panembahan.
Pengelana :
“Wahai Panembahan, apakah engkau tahu dimana letak desa TUJUAN ?”
SukmoJati :
“Bila engkau mengikuti jalan yang kau lalui niscaya akan sampai di desa TUJUAN.”
Pengelana :
“Sudah berapa lama engkau berada di pondokanmu ini ?”
SukmoJati :
“Tujuh belas tahun “
Pengelana :
“Bagaimana aku percaya dengan kamu, sedangkan engkau tidak pernah meninggalkan pndokanmu selama tujuh belas tahun ?”

Dengan tersenyum Sang Panembahan SukmoJati pun menjawab :
“Wahai angger yang baik rupa. Aku mengenal ada orang yang sangat percaya pada dirinya, maka dia tidak begitu mudah untuk percaya pada orang lain. Ada orang yang tidak percaya pada dirinya, maka biasanya dia mudah sekali mempercayai orang lain. Akan halnya engkau, ternyata engkau sendiri tidak pernah yakin dengan tujuan perjalananmu. Padahal jalan yang kau lalui hanya satu arah. Apa lagi yang membuatmu ragu ? Biasanya orang yang tidak percaya dengan dirinya sendiri, akan mudah percaya dengan orang lain. Sedangkan engkau tidak. Sesungguhnya engkau tergolong orang yang berada di jalan kesesatan yang nyata.”

Maka menangislah si pengelana. Lantas ia berkata,"Siapakah engkau wahai panembahan ?". "Namaku SukmoJati. Carilah arti kata namaku maka engkau akan mengenal siapa diriku"


Tiga pemuda bertanya, manakah yang sombong ?
Sang Panembahan SukmoJati kedatangan tiga orang pemuda yang bermaksud untuk menimba "kaweruh" (ilmu hikmah).


Pemuda 1 :
“Wahai Panembahan, siapakah di antara kami yang lebih sombong ?”

Panembahan :
“Aku tak tahu. Mengapa engkau bertanya seperti itu ?”

Pemuda 2 :
“Tak mungkin engkau tidak tahu. Mestinya engkau menjelaskan terlebih dahulu arti sombong itu apa kepada kami bertiga.”

Panembahan :
“Apakah engkau tahu, anak muda ?”, sambil wajahnya menghadap ke Pemuda 2.

Pemuda 2 :
“Ya, pasti. Sombong adalah dengan sengaja menunjukkan dan memberitahukan kemampuannya kepada orang lain untuk menampakkan betapa ia memiliki kelebihan.”

Panembahan :
“Bagaimana dengan kamu, anak muda ?”, sambil memandang pemuda 1.

Pemuda 1 :
“Aku tidak tahu. Yang jelas, aku selalu melakukan apa yang harus kulakukan dan aku mampu melakukannya. Aku tidak akan melakukan sesuatu selama aku tidak mampu melakukannya. Apakah aku sombong ?”

Pertapa tersenyum, lalu bertanya kepada pemuda 3 :
“Bagaimana dengan kamu, anak muda ?”

Pemuda 3 tidak menjawab hanya tersenyum kecil.

Panembahan :
“Sekarang aku tahu siapa yang lebih sombong di antara kalian bertiga. Dia adalah yang berlagak tidak tahu apa-apa, tetapi di dalam hatinya merasa lebih tahu dan lebih mampu di antara yang lain. Inilah kesombongan yang nyata….!!!”



Kawan dan Musuh Sang SukmoJati
Sang Panembahan SukmoJati sedang terlibat diskusi serius di pondokannya yang tampak sangat reot walau sebenarnya kokoh luar biasa dalam hal menghadapi keganasan alam di sekitarnya. Kawan diskusinya adalah Kyai Resik Rogo.


“SukmoJati, bagaimana engkau memenuhi kebutuhan hidupmu selama ini ?”.
SukmoJati menjawab,”Dengan apa yang ada di seluruh anggota tubuhku pemberian Sang Hyang Esa untuk dapat mengambil manfaat apapun yang ada di sekitarku, sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia”.

“Bagaimana engkau hidup sendirian di rimba belantara ini ?”, kata Kyai Resik Rogo melanjutkan. Sambil tersenyum SukmoJati meneruskan,”Aku tidak sendirian. Aku selalu dikelilingi oleh kawan-kawan dan musuh-musuhku”. “Siapakah gerangan mereka ?”, lanjut Kyai Resik Rogo penasaran.

Seketika suasana menjadi hening, mencekam, baik SukmoJati maupun Resik Rogo sama-sama terdiam. Tiba-tiba terdengarlah suara tanpa diketahui asalnya yang mengulas bait-bait seperti berikut :

Duhai Sang Hyang Esa
Tiada mampu satu ruh-pun mengelak dari janji atas-Mu di alam arwah

Di dalam rahim sang ibu, aku ditemani oleh keempat pengiringku …..
• Keselamatan
• Keyakinan
• Ketuhanan
• Pengenalan
Setiap dua darinya bisa menjadi kawan atau musuhku kelak, entah yang mana

Sebelum aku dikeluarkan dari gua garba sang bunda,
Sang Hyang Esa pun memberiku empat bekal hidup di dunia,…..
• Rejeki yang dibagikan
• Rejeki yang dijamin
• Rejeki yang dicari
• Rejeki yang diutamakan
Setiap dua darinya bisa menjadi kawan atau musuhku kelak, entah yang mana

Saat aku dikeluarkan dari gua garba sang bunda,
Sang Hyang Esa pun menghantarkan diriku dengan empat pengiring :
• Air ketuban
• Air seni
• Ari-ari
• Darah segar
Setiap dua darinya bisa menjadi kawan atau musuhku kelak, entah yang mana
Dan setiap bagiannya, terkandunglah empat unsur alam :
• Air
• Api
• Angin
• Tanah
Setiap dua darinya bisa menjadi kawan atau musuhku kelak, entah yang mana

Selama aku berkelana di dunia fana ini, Sang Hyang Esa selalu mengutus empat pengiring utama bagiku :
• Petunjuk
• Kesejahteraan
• Peringatan
• Kematian
Setiap dua darinya bisa menjadi kawan atau musuhku kelak, entah yang mana

Selama aku menempuh jalan ketuhanan untuk dapat pulang kembali ke kampung halaman yang abadi, Sang Hyang Esa juga membekali diriku dengan empat mustika :
• Akal
• Hati
• Pancaindera
• Jiwa
Setiap dua darinya bisa menjadi kawan atau musuhku kelak, entah yang mana

Sungguh dunia ini tiada pernah sepi dari mereka semua, bahkan lebih ramai dibandingkan dengan hiruk pikuk kesibukan seluruh manusia di bumi ini.



Panembahan Sukmojati tersenyum
Sang Panembahan Sukmojati sedang beradu pengetahuan dengan seorang anak muda dari “negeri seberang”. Mereka berdua sangat serius terlibat di perdebatan seputar makna “pemimpin”. Entah apa tujuan mereka berdua. Saling mengukur pengetahuan, saling mengalahkan, saling bertukar pengetahuan, atau hanya sekedar mengisi waktu luang mereka. Yang jelas mereka berdua benar-benar serius melakukannya, hingga di kening mereka mengucur deras keringat seperti banjir.

Anak muda :
Ki Sukmo, menurutku tidak satupun di dunia ini sekarang yang pantas menjadi pemimpin.

Sukmojati :
Mengapa begitu ? Tidakkah Allah telah mengutus manusia untuk menjadi pemimpin bagi jagadraya beserta isinya ini ?

Anak muda :
Itu memang benar. Tetapi manusia mana yang pantas untuk memimpin jagadraya sekarang ini. Sedangkan memimpin diri mereka sendiri saja mereka seolah hampir tak sanggup.

Sukmojati :
Mengapa begitu ? Perlukah manusia memimpin dirinya sendiri ? Padahal yang namanya pemimpin pastilah ada yang dipimpin. Akan halnya dengan manusia terhadap dirinya sendiri, siapa yang memimpin siapa yang dipimpin ?

Anak muda :
Menurut Ki Sukmo sendiri bagaimana ?

Sukmojati :
Hmm…menurutku, pemimpin mestilah yang memiliki kemampuan untuk memimpin, dan yang dipimpin mestilah yakin dan percaya dengan yang memimpinnya. Akan halnya manusia terhadap dirinya sendiri, tergantung bagaimana manusia itu sendiri yang harus mampu melihat dirinya sendiri, bagian mana dari dirinya yang layak untuk memimpin dirinya sendiri, dan bagian mana dari dirinya yang harus direlakan untuk dipimpin oleh bagian diri yang lain.

Anak muda :
Ringkasnya bagaimana Ki Sukmo ? Menurut sampeyan, bagian mana dari diri kita yang layak untuk memimpin dan yang harus rela untuk dipimpin ?

Sukmojati :
Hmm…agak sukar aku menjawabnya. Karena setiap orang akan berbeda-beda jawabannya untuk hal ini.

Anak muda :
Begitu susahnya kah Ki Sukmo untuk menentukan siapa pemimpin dan siapa yang dipimpin dari diri Ki Sukmo sendiri ? Tidak kah dengan begitu sesungguhnya adalah cermin bagi Ki Sukmo sendiri bahwa tidak ada satupun dari diri Ki Sukmo yang berhak menjadi pemimpin dan yang harus dipimpin ?

Sukmojati :
Hmmm….anak muda. Jika memang begitu adanya, maka sia-sialah aku ini dilahirkan ke bumi. Andai tidak ada di bagian diriku ini yang pantas menjadi pemimpin bagi bagian diriku yang lain, maka pastilah seluruh bagian diriku ini wajib menyatakan diri untuk siap dipimpin, jika aku masih berguna. Dan secara hakiki, mestilah pemimpin itu berawal dari yang sudah terbiasa dipimpin.

Anak muda :
Nah….ini yang aku suka. Diri kita ini, jika tidak ada yang pantas untuk memimpin maka pastilah wajib untuk siap dipimpin, jika masih ingin berguna. Dan pemimpin, pastilah bermula dari yang terbiasa untuk dipimpin. Dengan alasan itulah Ki Sukmo, aku berani mengatakan bahwa sekarang ini tidak ada lagi manusia yang pantas menjadi pemimpin bagi yang lain, apalagi bagi seluruh isi jagadraya ini. Karena manusia sekarang, apapun alasannya, mereka tidak siap bahkan tidak mau untuk dipimpin. Apalagi menjadi pemimpin ?

Sukmojati :
Bagaimana dengan dirimu sendiri anak muda ?

Anak muda :
(Sambil menangis …..). Ki Sukmo, aku kemari untuk berdebat denganmu, sesungguhnya adalah wujud dari kegundah-gulanaan diriku selama ini. Aku merasa gagal untuk menjadi manusia yang siap dipimpin dan diperintah oleh Sang Pencipta. Setiap aku mengkaji diriku, kemudian aku mencoba melakukannya, setiap itu pula aku sedih. Apakah yang kulakukan ini sudah benar-benar yang dikehendaki oleh Sang Pencipta.

Ki Sukmojati terdiam seribu bahasa. Tidak berapa lama ia tersenyum. Tanpa satu patah katapun yang keluar dari mereka berdua. Sisa waktu di malam itu dihabiskan oleh mereka berdua dengan menikmati satu ceret kopi panas dan sepanci pisang goreng. Hingga waktu memerintahkan mereka berdua untuk saling berpisah.


Jenis pemimpin menurut Ki Sukmojati
Sukmojati sedang asyik duduk di beranda padepokannya menjelang tengah malam tiba. Entah darimana asalnya, tiba-tiba terdengar suara memanggilnya. “Sukmojati…!!! Bicaralah engkau dengan dirimu sendiri. Sampaikan apapun pengetahuanmu tentang manusia. Pantaskah engkau menjadi manusia, hingga engkau harus menerima amanah Allah untuk menjadi khalifah bagi jagad-Nya “.

Sukmojati tersentak. Ia terdiam sejenak. Kemudian tanpa basa-basi lagi, tanpa mencari siapa dan darimana sumber suara itu, maka berbicaralah Sukmojati sendirian seperti orang gila.

Pemimpin, pastilah ada yang dipimpinnya. Manusia, selama belum mampu memimpin dirinya sendiri, mestilah sadar dan siap untuk dipimpin oleh sesamanya.
Menurutku, ada berbagai jenis pemimpin di dunia ini.

Pemimpin Gila
Manusia yang merasa menjadi pemimpin, padahal tidak ada satupun di sekitarnya yang sedang dipimpinnya. Dia memimpin seolah ada yang dipimpinnya, seolah ada yang mau dipimpinnya, seolah ada yang menuruti apapun perintahnya. Padahal tidak ada sama sekali.

Pemimpin Ambisi
Dia menjadi pemimpin oleh karena keinginan dirinya dan didukung oleh segala kekuatan yang dimilikinya. Maka dia hanya menjadi pemimpin bagi kekuatannya. Orang-orang yang ada di sekitarnya hanyalah sekedar makhluk hidup yang menerima akibat apapun dari kekuatan yang dimilikinya.

Pemimpin Lupa Diri
Dia dinyatakan sebagai pemimpin, tetapi lebih banyak melakukan segala sesuatu sesuka dirinya. Dia lupa bahwa ada orang-orang di sekitarnya yang perlu diperhatikan dan dipimpinnya. Dia lupa bahwa dirinya masih ada dan dilihat dengan jelas oleh banyak orang apapun yang dilakukannya.

Pemimpin Bodoh
Dia dinyatakan sebagai pemimpin, tetapi lebih banyak menyerahkan tugas-tugas kepemimpinannya kepada orang-orang yang dipimpinnya. Dia hanyalah seperti boneka yang dipajang di etalase untuk hanya sekedar dilihat dan dikomentari cara penampilannya.

Pemimpin Lemah
Dia dinyatakan sebagai pemimpin, tetapi selalu ragu dalam melakukan segala sesuatu sehingga selalu tergantung pada orang-orang yang dipimpinnya. Dia seperti seorang pelayan bagi pelayannya. Sedangkan pelayanlah yang jadi jurangannya.

Pemimpin Terpaksa
Dia dinyatakan sebagai pemimpin oleh karena situasi dan kondisi yang memaksanya untuk mau tidak mau menjadi pemimpin. Dalam perjalannya, bisa jadi rasa tanggungjawab dirinya sebagai pemimpin akan selalu bertabrakan dengan penyebab dirinya menjadi pemimpin.

Pemimpin Sejati
Dia tidak memerlukan pengakuan orang lain sebagai pemimpin. Dia selalu diperlukan pada waktu dan keadaan yang memang seharusnya. Dia mengutamakan orang lain pada saat sedang memimpin, dan mengurus dirinya sendiri pada saat sedang tidak memimpin.

“Sukmojati ….!!!”, terdengar lagi suara misterius itu. “Menurutmu, jenis pemimpin mana sekarang ini yang lebih banyak ….!!!!”.

“Pemimpin Gila….!!!”, jawab Ki Sukmojati.

Wallahu a’lam bissawaab.


Sukmojati mengulas "Ilmu"
Panembahan Sukmojati sedang duduk di ruang pendopo Kelurahan. Ki Sukmo diminta oleh Ki Lurah untuk memberikan sedikit wejangan kepada para pamong desa tentang apapun yang berguna bagi mereka dalam mengemban amanat rakyat. Tampak di situ Jogoboyo, Carik, Jogotirto, Kepetengan, dan lain-lain petinggi desa. Sejenak Ki Sukmojati berdiam diri. Para pamong pun berdiam diri, menunggu dengan sabar keluarnya petuah dari Ki Sukmo, yang dikenal sebagai "sesepuh" Desa Langitan.

"Assalaamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh", Ki Sukmo membuka pembicaraan. Kontan dijawab oleh semua yang hadir,"Wa alaikum salaam warahmatullaahi wabarakaatuh". Lanjut Ki Sukmo,"Sang Hyang Murbhen Dhumadhi menciptakan alam semesta ini adalah agar Dia dikenal oleh semua ciptaan-Nya. Maka jadilah jagad raya ini beserta isinya. Manusia sebagai ciptaan yang paling sempurna, mendapat titah untuk memerintah di Kerajaan jagad Raya ini atas amanah Sang Hyang Welas Asih, agar menjadi rahmat bagi alam jagadnata ini. Diberilah manusia bekal berupa AKAL, yang mengandung segala bekal yang diperlukan manusia untuk memerintah Kerajaan Jagadraya ini." Kemudian Ki Sukmo terdiam.

Seluruh yang hadir pun ikut terdiam. Begitu lamanya Ki Sukmo terdiam, hingga tampak beberapa dari yang hadir mulai tak sabar. Sepertinya Ki Rogosukmo, petinggi keamanan desa yang dikenal digdaya dan berkanuragan tinggi, adalah yang paling tidak sabar. Kontan saja dia berkata,"Maaf Ki Sukmo. Mengapa tidak dilanjutkan ?". Ki Sukmo tersenyum. Terjadilah percakapan antar keduanya dengan disaksikan seluruh yang hadir.

Ki Sukmo :
"Mengapa engkau bertanya seperti itu Ki Rogosukmo ?"

Ki Rogosukmo :
"Ki Sukmo telah membuka wejangan, maka wajarlah kami menanti lanjutannya".

Ki Sukmo :
"Inilah awal hidup manusia di bumi. BERTANYA untuk TAHU, kemudian MENGERTI"
Mendengar penuturan Ki Sukmo lantas Ki Carik bersuara :

"Ki Sukmo, apakah hidup itu hanya sekedar untuk mengerti ?"

Jawab Ki Sukmo :
"Saat kita mengerti maka berilmulah kita. Wajiblah bagi siapapun yang mengerti untuk mengamalkannya."

Ki Carik :
"Mengapa kita harus mengamalkan apapun yang kita mengerti ?"

Ki Sukmo :
"Agar kita menjadi beradab. Menjadi manusia yang berbudi luhur dan ber-etika serta ber-estetika. Maka jadilah kita manusia yang sesungguhnya, yang layak untuk menjadi pemimpin bagi Kerajaan Jagadraya ini"

Tiba-tiba Ki Lurah pun ikut bertanya :
"Ki Sukmo, aku ini adalah pemimpin desa. Wajarlah bila aku harus lebih mendalami apa yang engkau wejangkan kepada kami. BERTANYA, lalu tahu, kemudian MENGERTI adalah proses tercurahnya ILMU. MENGAMALKAN ILMU adalah agar kita menjadi MANUSIA BERADAB yang ber-ETIKA dan ber-ESTETIKA. Hanya MANUSIA yang mampu memanusiakan dirinya dengan ILMU dan AMAL. Apakah seperti itu Ki Sukmo ?"

Ki Sukmo tersenyum sambil berkata :
"Benar Ki Lurah. Itulah yang membedakan kita dengan ciptaan Hyang Jagatnata yang lain."

Lantas terdiamlah semua yang hadir. Sesaat kemudian seorang pemuda yang dari tadi ikut mengamati dengan duduk paling belakang, berkata :
Ki Sukmo ...!!! Seperti apakah seharusnya seorang pemimpin yang manusiawi ?"
Ki Sukmo kaget, tapi kemudian menjawab :
"Dia harus ber LOGIKA, ber-ETIKA, dan ber-ESTETIKA ..."
Pemuda :
"Seperti apa pemimpin yang ber-LOGIKA ?"
Ki Sukmo :
"Berpikir sederhana dengan menggunakan akal jernih dan hati bersih. Sebagai indikatornya adalah mewujudnya perilaku yang ber-etika dan ber-estetika yang murni. Tidak dibuat-buat ....."

Semua yang hadir manggut-manggut dengan beragam pemahaman yang ditangkap oleh masing-masing yang hadir.
.......................................................



Tidak ada komentar:

Posting Komentar