PURNAWARMAN
Purnawarman bergelar Sri Maharaja Purnawarman Sang Iswara Digwijaya Bhimaprakarma Suryamahapurusa Jagatpati – Pembangun Tarumanagara. Ia disebut juga narendraddhvajabuthena (panji segala raja), atau sering disebut Maharaja Purnawarman. Ia berkuasa pada tahun 395-434 M. Dan meningal pada 356 Saka (434 M), dipusarakan di Citarum, sehingga disebut juga Sang Lumah ing Tarumadi.
Sebutan sebagai panji segala raja dimuat didalam Prasasti Tugu dan prasasti Cidangiang. Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang sangat terkenal dibandingkan raja-raja Tarumanagara lainnya. Ia membangun beberapa sungai sebagai sarana perekonomian ; menaklukan raja-raja kecil di Jawa Barat yang belum mau tunduk terhadap Tarumanagara. Ia dijuluki bhimaparakramoraja. Lawan-lawannya menjuluki Wyahghra ning Tarumanagara (Harimau dari Tarumanagara ; ia banyak dikisahkan didalam prasasti-prsasasti Tarumanagara dan Naskah-naskah sejararah, sebagai raja yang gemar memberikan hadiah.
Prasasti-prasasti tersebut menjelaskan tentang Purnawarman sebagai raja tarumanagara ; menggali kali gomati sepanjang 6122 busur ; wilayahnya meliputi Bogor dan Pandeglang ; sebagai raja perkasa yang selalu menang perang dan ditakuti musuh-musuhnya ; Ia senang menganugrahkan hadiah ; tunggangannya seekor gajah yang bernama Airawata.
Dari prasasti maupun naskah Wangsakerta menerangkan, Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Seperti prasasti Munjul (Pandeglang) yang menjelaskan wilayah kekuasaan Tarumanagara semasa Purnawarman mencakup pantai Selat Sunda. Dimungkinkan wilayah ini sama dengan ketika dipimpin kakek dan ayahnya.
Perluasan daerah kekuasaan Tarumanagara melalui jalan perang maupun jalan damai berakibat wilayah Tarumanagara menjadi jauh lebih luas dibandingkan ketika masih dipimpin Rajadirajaguru dan Raja Resi. Sehingga wajar jika Pustaka Nusantara menyebutkan kekuasaan Purnawarman membawahi 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (Purbolinggo) di Jawa Tengah. Sehingga memang secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam. Hal yang sama dapat ditenggarai dari masa Manarah dan Sanjaya di Galuh.
Membangun Wilayah Tarumanagara
Kisah Purnawarman secara terperinci diuraikan didalam Pustaka Pararatvan I Bhumi Jawadwipa. Langkah pertama yang dilakukannya, ia memindahkan ibukota kerajaan kesebelah utara ibukota lama, ditepi kali Gomati, dikenal dengan sebutan Jayasingapura. Kota tersebut didirikan Jayasingawarman, kakeknya. Kemudian diberi nama Sundapura (kota Sunda). Iapun mendirikan pelabuhan ditepi pantai pada tahun 398 sampai 399 M. Pelabuhan ini menjadi sangat ramai oleh kapal-kapal kerajaan Tarumanagara.
Pada tahun 410 M ia memperbaiki kali Gangga hingga sungai Cisuba, terletak di daerah Cirebon, termasuk wilayah kekuasaan kerajaan Indraprahasta.
Pada tahun 334 Saka (412 M) memperindah alur kali Cupu yang terletak di kerajaan Cupunagara yang mengalir hingga istana raja.
Tahun 335 Saka (413 M) Purnawarman memerintahkan membangun kali Sarasah atau kali Manukrawa (Cimanuk).
Tahun 339 Saka (417 M), memperbaiki alur kali Gomati dan Candrabaga, yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Rajadirajaguru, kakeknya.
Tahun 341 Saka (419), memperdalam kali Citarum yang merupakan Sungai terbesar di Wilayah kerajaan Tarumanagara.
Proses dan hasil pembangunan yang dilakukannya menghasilkan beberapa implikasi bagi Tarumanagara, yakni Purnawarman dapat memperteguh daerah-daerah yang dibangunnya sebagai daerah dibawah kekuasaanya. Kedua, pembangunan tersebut dapat membangkitkan perekonomian pertain dan pedagang. Ketika, membangun rasa kebersamaan melalui karya bhakti. Karena setiap daerah yang dibangunnya selalu melibatkan para petani disekitarnya. Ia pun tidak lupa untuk menghadiahi mereka yang melakukan Karya Bhakti dan menyumbang para Brahmana.
Purnawarman pun menyusun berbagai macam Pustaka yang berisi undang-undang kerajaa, peraturan ketentaraan, siasat perang, masalah daerah di Jawa Barat, serta sirsilah keluarga Warman dan maklumat kerajaan.
Politik dan Keamanan Wilayah
Sejak pra Aki Tirem wilayah pantai barat pulau jawa tak lekang dari gangguan para perompak, bahkan keberadaan Salakanagara tak lepas pula dari perlunya penduduk Kota Perak mempertahankan diri dari gangguan para perompak. Disinilah sebenarnya Dewawarman I berkenalan dengan masyarakat Yawadwipa dan dari thema ini pula kemudian masyarakat Jawa Barat bersentuhan dengan kebudayaan India.
Konon kabar ketika masa Salakanagara, pemberantasan perompak memang dianggap sulit bahkan menurut cerita rakyat, ketujuh putra Dewawarman terakhir terbunuh dilaut ketika menghalau perompak. Para perompak yang paling ganas berasal dari laut Cina Selatan, sehingga unhtuk keperluan ini, Dewawarman membuka jalur diplomatic dengan Cina dan India.
Demikian pula ketika jaman Purnawarman, wilayah laut jawa sebelah utara, barat dan timur telah dikuasai perompak. Semua kapal selalu diganggu atau dirampas, bahkan berhasil menyandera dan membunuh seorang menteri kerajaan Tarumanagara dan para pengikutnya.
Untuk menghancurkan perompak, Sang Purnawarman langsung memimpin pasukan Tarumanagara. Kontak senjata pertama terjadi diwilayah Ujung Kulon. Para perampok tersebut dibunuh dan dibuang kelaut. Sedemikian marahnya Purnawarman. Sejak peristiwa itu daerah tersebut menjadi aman, karena Purnawan akan menghukum mati setiap perompak yang tertangkap.
Untuk meneguhkan hubungan diplomatik, banyak anggota kerajaan yang menikah dengan keluarga raja lain. Purnawarman memiliki permaisuri dari raja bawahannya, disamping istri-istri lainnya dari Sumatra, Bakulapura, Jawa Timur dan beberapa daerah lainnya.
Dari permaisuri ini kemudian lahir sepasang putra dan putri. Putra Purnawarman bernama diberinama Wisnuwarman, kelak menggantikan kedudukannya sebagai raja Tarumanagara. Sedangkan adiknya dinikahi oleh seorang raja di Sumatera. Konon dikemudian hari di Sumatera terdapat raja besar yang bernama Sri Jayanasa, ia adalah keturunan Purnawarman.
Agama di Tarumanagara pada masa Purnawarman
Purnawarman dikenal sebagai pemuja Wisnu, sebagaimana yang dikenal didalam prasastinya. Namun ia dikenal juga sebagai pemuja Indra apabila ia hendak pergi berperang, sehingga dijuluki Sang Purandara Saktipurusa (manusia sakti penghancur benteng). Gelar purundara merupakan dsalah satu gelar Dewa Indra sebagai Dewa Perang.
Walaupun demikian, para penduduk Tarumanagara ada juga yang memuja Syiwa dan Brahma, serta sedikit yang beragama Budha, kecuali di Sumatera. Namun bagi masyarakat pribumi kebanyakan menganut agama nenek moyangnya, sama dengan ketika ayahnya masih berkuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar